Surat-surat Cinta Kepada Bulan

Oky Primadeka


Bulan, apakah surat-surat cinta yang kukirimkan sudah
sampai ke tanganmu? Sebab aku cemas ada burung malam
yang menyembunyikannya dalam lelap gelap. Surat-surat itu
berisi cerita-cerita kecilku saat aku sering salah mengetik
huruf dalam sajak-sajakku karena bayangkan pelangi indah
di matamu.

Bulan, tahukah bahwa bungkus surat-surat cinta yang
kukirimkan padamu adalah amplop yang kusulap dari
cahaya. Sengaja kubuat dari percik-perciknya agar rinduku
tak padam padamu.

Bulan, surat-surat cintaku padamu kugambari motif bunga
Jasmine. Pada tiap lekuk kembangnya kutiupkan namamu.
Sengaja agar namamu selalu harum dan terus mengalir di tiap
denyut nadiku.

Bulan, kertas yang kupakai untuk menulis surat-surat
cintaku padamu adalah kertas yang kubeli di toko tanpa
nama. Tak ada garis-garis di dalamnya seperti pada kertas
lazimnya. Sengaja, agar ungkapan cintaku tak terbatasi olehnya.
Aku ingin mencintaimu sepuas-puasnya.

Bulan, tinta yang kugunakan pun hanya tinta hitam.
Aku tak ingin cintaku terbaur warna lainnya.
Karena yang kuingat hitam adalah warna alis tebalmu.
Alis yang tersusun rapi seperti hutan kayu, menyesatkanku.

Bulan, seperti kusebutkan di awal sajak ini, cerita-cerita
kecil di surat-surat cintaku padamu sebagian besar adalah
cerita saat-saat aku salah mengetik huruf dalam sajak-sajakku.
Aku senang karena mengingatmu bagiku adalah zikir tanpa akhir.
Namamu adalah bisikan manja yang menuntunku berjalan susuri
belantara buku.

Bulan, jika redup malam buatmu gugup, maka tepiskanlah
pendar gelapnya karena ada butiran tasbih cahaya yang
kulekatkan di tiap petikan huruf-huruf namamu. 
  
Bulan, jika surat-surat cintaku belum juga sampai padamu,
maka sajak ini adalah caraku menyatakannya kembali padamu.
Aku yakin dengan ini cintaku padamu 'kan terus meruang dan mewaktu.


Ciputat,
Kamis, 5 Juni 2014

Read more...

Tenggelam di Matamu

Oky Primadeka

Saat aku menatapmu
berarti ku sedang menenggelamkan mataku ke dalam lautan matamu.
Di sana ada sakit menunggu namun belum tentu.
Di sana ada suka menanti tetapi tak pasti.
Tenggelam adalah rasa suka yang belum terungkapkan
sampai kata menyembur keluar. Menampakkan dirinya
sebagai anak rahasia yang tersimpan dalam dada.
Ia lahir sebagai tanda-tanda
tanpa makna sebelum makna itu sendiri menemukan dirinya.

Ciputat,
Minggu, 20 Oktober 2014

Read more...

Izinkan Mereka

Oky Primadeka

Deretan kata-kata itu
sengaja kususun di kamar pikiranmu.
Izinkan mereka istirahat sejenak
dan paginya bangunkan kuyup matamu.
Karena lelah adalah pengertian yang sesungguhnya
dari getir yang ditepiskan lalu.

Ciputat,
Rabu, 15 Oktober 2014

Read more...

Tunggu Pulang

Oky Primadeka

Tunggu saatku pulang.
Kan kugendong dirimu
sampai ke ranjang.

Ciputat,
Senin, 29 September 2014

Read more...

Izinkan Aku

Oky Primadeka

Izinkan aku berenang-renang di kolam matamu!

Ciputat,
Selasa 17 Juni, 2014

Read more...

Pada Matamu

Oky Primadeka

Pada matamu kulihat kupu-kupu.
Warnanya teduh
tebarkan rindu.

Ciputat,
Sabtu, 27 September 2014

Read more...

Sungai Rindu

Oky Primadeka

Hujan berhenti bekerja.
Sungai kehilangan nadi rezekinya.
Meski begitu, rindu doa daun-daun randu
terus menerpa langit yang mengandung mendung.
Dus! Pecah juga kandung mendungnya.

Ciputat,
Rabu, 10 September 2014


Read more...

Suatu Sore

Oky Primadeka

Matahari benar-benar sudah mengantuk
sedang ilalang masih sekuat tenaga
menegakkan lutut-lututnya yang kering.
Dua bayangan tanpa nama
menaruh nasibnya di atas pundak angin
yang rapuh.

Lalu mereka?
akankah kembali muncul
terkait pada batang pohon
yang meronta-ronta haus
di musim kemarau?

Dingin yang ganas segera turun dari gunung
suatu sore.
adalah barangkali gelap yang 'kan tiba
tiba-tiba malu, lalu batal bersegera.

Ciputat,
Rabu, 3 September 2014

Read more...

Percik Rindu

Oky Primadeka

Kedip matamu
percikkan rindu.
Serupa air terjun, kecipaknya adalah candu.

Ciputat,
Ranu, 21 Mei 2014

Read more...

Burung Layaran

Oky Primadeka

Mengapa kita masih menunggu senja yang sudah tentu akan
datang di pertengahan ketika musim menggugurkan daun-daun 
siang kepada bumi malam. Kita adalah burung yang sedang 
terbang mencari-cari bahan sarang yang nyaman di bising 
belantara hutan kehidupan supaya bisa pulang dengan tenang, 
teduh di bawah kelebat bendera senja menuju rangka perbukitan 
di seberang lautan.

Kita sering bertanya, seberapa kuatkah sarang kita nantinya
sebab mungkin sekali kibas angin yang kejam dengan seketika
menghempaskan sarang yang sudah kita bangun untuk anak
cucu. Kita sering khawatir, saat semua yang kita miliki satu
persatu hilang atau merapuh: mata yang tajam memandang, 
kicau suara yang merdu dan lantang, serta cengkeram kuat kaki 
kita atas bumi. Pada akhirnya, semua ditelan waktu, menghujan, 
merintik, lalu jadi kenangan.

Langit yang ramah adalah surga kehidupan bagi burung-burung 
camar di siang lautan, juga bagi kita di mana bulan sepenuh hati 
tersenyum terang menyelimutkan rasa tenteram di malam
tanggal-tanggal mudanya. Di mana bintang mengedip-
ngedipkan mata cahayanya, merasi format biduk 
yang menyimbolkan bahwa hidup adalah pelayaran.

Dan senja adalah bel bisu pulang kembali ke asal mula selepas 
berperjalanan berlayar mengarungi samudra-samudra. 
Kita harus ingat bahwa gemuruh ombak bergelombang adalah suara-
suara getir kehidupan yang mengabarkan dan menjadikan kita sebagai 
kita yang utuh. 

Sebelum kita benar-benar sampai di rumah labuhan, mari kita
tuliskan nama kita pada sebongkah batu. Semoga, anak cucu kita
mewarisi jiwa keberanian melebihi keras zamannya.  

Ciputat,
Minggu, 25 Mei 2014

Read more...

Angin Angan

Oky Primadeka

Pintu berderit saat udara malam bergerak perlahan,
menelusup ke dalam tulang terdalam sepasang pasangan
di hening hujan malam pertemuan.

Ada seberkas cahaya redup
rekat di lampu lampion,
menemani dingin yang telah lama mencari hangat
sebelum perpisahan mengurai air mata.

Dalam bahasa hati dan mata
leleh rindu yang membatu,
angin angan lagi tak bisu,
dan semua menyatu, satu.

Syahdan...
Di detik akhir pertemuan,
meski enggan si lelaki berkata, "Mungkin kutakkan kembali, tapi jangan
kaualirkan air dari sungai matamu."
Ia titipkan selembar sajak untuk kekasihnya
kisah yang terabadikan dalam kata
tentang perjumpaan Adam dan Hawa di Surga.


Ciputat,

Minggu, 11 Mei 2014

Read more...

Mengunjungi Ibu

Oky Primadeka

Ibu, aku mengunjungimu kali pertama saat kaukandung
Maaf, aku nakal saat itu
Semringah gembira tendang-tendang perutmu
Ingin segera jumpa!

Ibu, aku mengunjungimu kali kedua saat kaulahirkan
Maaf, aku menangis liris saat itu
Urai air mataku basahi kujur tubuhmu
bahagia pandangi petikan-petikan senyum di indah lis bibirmu

Ibu, aku mengunjungimu kali ketiga saat kausekolahkan
Maaf, aku jarang telponmu
Sengaja, aku sedang menabung rindu
tiap malam kusisipkan dalam kulum tidurku

Ibu, dulu sering kaubercerita
tentang pelangi yang hobi kaupandangi
di pematang sawah saat kaumemanen padi
Katamu, "Nak, itu kado Tuhan untuk orang-orang desa."
Kauhadiahkan pula itu padaku
selepas kuyup hujan di ujung jembatan penyeberangan

Ibu, sekarang aku masih seperti dulu
kekanak-kanakan, ingusan
masih sering bergumam Ibu, Ibu, Ibu...
ketika tidur malam jahat menakutiku
mengirimkan surat-surat kelam dari kegelapan
Sengaja Ibu tak kuhilangkan itu
Bukan karena tak ingin cepat dewasa
tapi karena ingin lebih lama dimanjamu

Ibu, kasih sayang yang dulu kaulumurkan
saat kuberangkat sekolah
kembali pulang ke rumah
bermain gundu di halaman, dan
berpanas-panasan mencari belut di sawah
sesungguhnya sudah menjadi diriku
Aku adalah kasih sayangmu
Kasih sayangmu adalah aku

Ibu, aku ingat saat kecil
sepulang menjaring ikan
Tubuhku berlumur lumpur
Kaumarah tak pedulikan ikan tangkapanku
Kaumandikan aku sambil menghujankan deras pukulan
"Anakku, Ibu marah tak ingin kehilanganmu."
Aku diam
Coba mengerti tapi tak mengerti
Sekarang baru aku sadar
bahwa sadar itu sendiri takkan pernah sepenuhnya sadar

Ciputat,
Minggu, 20 April 2014

Read more...

Demam Rindu

Oky Primadeka          

             Buat Neyza

Biarkan waktu yang ‘kan menjawab
Semua teka-teki keraguan kita
Sebab yakin bukan soal memaksa.
Adakah cinta yang ingin terlantar?
Adakah cinta yang ingin sendiri
Ketika sepi menegaskan diri?

Aku mendemamkanmu dalam rindu
Di tiap guguran malam yang memaksa pagi menimang fajar
Isak tangis hangatnya membuat tanah, air, dan udara pasrah.
Kautahu, aku menanam namamu di kebun pikiranku setahun lalu
Saat aku belum tahu betul cara menghafal sebuah nama dengan baik.
Kini, ia telah menjelma perdu rambati tubuhku seluruh.
Dan kautahu, sama sekali aku tak ingin lepas dari jeratnya, selamanya.

Ciputat,
Kamis, 17 April 2014


Read more...

Hening Malam

Oky Primadeka

Hening adalah kado terindah malam.
Kedip waktu yang membawamu ke dalam tenang
walau sejenak untuk istirahat dari murungnya siang.

Pernahkah kau bersetubuh dengan hening
yang padamu pelan ia bisikan kata-kata cinta
untuk kauingat selamanya?

“Selamat (kan) malam.”
“Selamat (kan) malam.”
“Selamat (kan) malam.”

Ciputat,
Minggu, 06 April 2014

Read more...

Cermin: Sebuah Profesi Untuk Setia Pada Kenyataan

Oky Primadeka

Aku adalah pengunjung cermin yang setia
Setiap hari aku berkaca walau aku tahu
wajah yang muncul itu-itu saja, wajahku
Tapi tak masalah, sebab aku semakin tahu aku

*
Aku  lihat rapuh  melekat di tubuhku
Aku kelupas kulitnya walau tentu sakit
seperti kudis jijik yang setia pada kulit
Padahal ia terang mengingkarinya

*
Cermin adalah kejujuran yang terdalam
Pekerjaannya adalah setia pada kenyataan
tanpa ia minta gaji kepada pemilik tuan
Cermin tetap menjadi cermin


Ciputat,
Minggu, 30 Maret 2014


Read more...

Akan Berkembang

Oky Primadeka

Tak banyak jalan menuju rumah besar
di mana kita bisa cukup tenang tidur bersama istri dan anak
mengendapkan lelah yang ingin kita uraikan
pada selapis kasur dan bantal empuk berselimut
tanpa mengkhawatirkan atap yang mungkin saja bocor
saat hujan datang

Miris memang, kita tinggal di negeri yang katanya surga dunia
Namun ini bukan khayalan
yang semudah membalikkan telapak tangan bisa kita tepiskan
tanpa berhasrat untuk menyimpannya kembali pada file memori ingatan
Atau seperti kertas yang kita lipat-lipat saat masih kanak-kanak untuk membuat kapal-kapalan
kemudian dengan ikhlas kita hanyutkan ke sungai begitu saja
tanpa menyesalinya, tanpa mempertanyakan kapan kembalinya

Hidup di kota keras memang, seperti mendaki bukit yang tanpa kita tahu kapan kita akan sampai ke puncak
Kita manut kebutuhan yang justru kadang membuat alpa kewajiban
Kita lelah dalam penat yang ingin kita keluhkan tetapi enggan, untuk apa?

Orang-orang di stasiun kereta api riuh mengaduh
mengeluhkan jadwal pemberangkatan molor, penumpang berjejal sesak
Sebagian dari mereka memakai sepatu yang cukup tega
menginjak kaki orang lain walau tanpa sengaja
Syahdan...
Semua ini, jalan yang kita tempuh ini akan menjadi sebuah kisah
tentang titik, koma, tanda tanya, dan kawan-kawannya
tentang perjalanan kita menyusuri jalan setapak kehidupan
walau lelah, walau penat, akan berkembang


Ciputat,
Minggu, 09 Maret 2014

Read more...

Suara Pasir

Oky Primadeka

Kuingat setiap jejak yang entah sengaja atau tidak
menjadi bagian tubuhku yang selalu pasrah
Kuingat setiap petikan suara yang mengendap ruai
untuk kemudian kujadikan sebuah risalah

Tapi siapa aku sebenarnya?
Apakah pawana yang dibiar-lalukan pohon
Apakah hujan yang rinainya luruh bersama hening
Atau kah hanya sebutir nasi yang tak pernah protes kala terlupa

Untuk apa semua ini?
jika suara-suara itu tak pernah berbuah hikmat
Saat malam nanti aku ‘kan bersuara melawan sepi
kepada pantai yang bersaksi bahwa aku tak pernah memasalahkannya

Ciputat,

Minggu, 02 Maret 2014

Read more...

Aku Penyenang

Oky Primadeka


Di setiap helaian waktu tersematkan padaku
dahan, ranting, daun, pucuk, bunga, dan buah
Di dingin yang dikibaskan malam tetap menjadi seutuhnya aku
dahan, ranting, daun, pucuk, dan buah
Aku lupa, sekarang baru kusebut akar, inti

Setiap pagi kudengar sepasang burung nuri
elok warna dan merdu suaranya mencuit
Aku ingat betul saat mereka dalam gugup mengecup gigit
buahku yang belum ranum
“Asem,” celetuk mereka.
“Haha, itu akibat enggan taat pada waktu,” ejekku.

Aku adalah setia yang ditelan sepi
Seperti embun yang kehilangan pagi
aku sendiri dalam hening sunyi musim hujan
Namun, aku sadar kuhidup dalam dekapan
Aku belajar tentang erat dan renggang, hangat dan dingin
hingga kuputuskan untuk setia pada sekujur tubuh alam

Kutancap niat ke pusat bumi
Kuteguhkan diri walau takkan sampai ke langit
Kutarikan daun yang mendesau sepanjang pagi
Dan kupajang buah kudapan pada etalase alam
Silakan, sepuasnya, aku penyenang

Esok yang kuigaukan
selalu tiba dengan sejumput asa
membawa untaian benang-benangnya
Aku rajut tekun agar indah kain yang ‘kan
kupersembahkan, padamu, sekalian tujuan
Tak masalah aku mati ditelan sepi
Aku penyenang

Ciputat,
Jumat, 14 Februari 2014




Read more...

Jendela Cinta

Oky Primadeka


Cinta itu seperti jendela
Kalau kita lupa membukanya
takkan ada angin bertamu
membawa sebingkis sejuk
mengobati sepinya jiwa

Cinta itu seperti jendela
Kalau kita lupa menutupnya
maka angin masuk menusuk
pori-pori kulit kehidupan kita
Tutuplah, agar gigil tak memanggil

Cinta itu seperti jendela
Pandai-pandai kita menutup-membukanya
          Agar seimbang
                   Agar seimbang

Ciputat,
Minggu, 09 Februari 2014

Read more...

Mawar

Oky Primadeka


Aku tak memasalahkan
mengapa mawar berwarna merah cerah,
dan harum wangi walau saat hujan rintik di bawah redupnya langit
tak ragu membagi indah
pada kupu-kupu yang kehausan karena rindu menggebu

Ciputat,
Senin, 18 Februari 2014


Read more...

Buku Tamu

Selamat datang. Sampaikan tanggapan, saran, dan kritik teman-teman di sini. Terima kasih sudah berkenan hadir mengunjungi kedai puisi saya. Salam.

Read more...

Pustaka Puisi

Pustaka Puisi. Selamat datang. Halaman ini akan saya gunakan untuk menyajikan buku-buku puisi saya kelak. Sekarang memang belum tetapi akan. Pustaka Puisi pun tidak semata akan saya isi dengan karya saya pribadi, akan saya sisipkan pula karya-karya puisi teman-teman sepenyair seperjuangan, teman-teman kolibétian. Untuk yang belum tahu apa itu kolibet, bisa meng-klik pada link bar saya komunitas literasi alfabét. Selanjutnya, saya ucapkan selamat menikmati. Bukan menikmati hidangan makanan, tetapi menikmati hidangan puisi-puisi saya. Salam.

Read more...

Sepucuk Daun

Mungkin saat pertama kali teman-teman mengunjungi blog saya, seketika terlintas dalam benak teman-teman apa sebenarnya arti kata sepucuk daun yang menjadi nama blog puisi saya ini. Jangankan teman-teman, saya pun yang memilih nama ini sempat kebingungan memaknai kata sepucuk daun. Tapi jangan khawatir, setelah saya renungkan sembari bercengkrama dengan teman karib saya, seorang yang sangat cinta terhadap ilmu, saya temukan sedikit arti filosofis nama sepucuk daun. Nama sepucuk daun bagi saya sederhananya adalah doa saya pribadi, dan menjadi alasan kuat mengapa saya membuat blog puisi ini. Secara berurutan nama sepucuk daun terdiri dari imbuhan se-, kata dasar pucuk, dan kata dasar daun.

Imbuhan se- pada nama sepucuk daun, tentunya dengan mudah dapat teman-teman pahami bahwa itu berarti satu, tidak lebih. Bahkan saya yakin setingkat anak TK pun sudah paham artinya. Apalagi di zaman sekarang yang sudah serba cepat ini. Namun, kemudian mungkin timbul pertanyaan mengapa se-/satu tidak dua, tiga atau pun lebih. Mengapa pucuknya hanya satu? Sebelum saya jawab, saya ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang dalam benaknya muncul pertanyaan ini. Itu menandakan bahwa teman-teman care terhadap saya. Sepucuk, hanya satu pucuk. Imbuhan se- sengaja saya sisipkan sebagai tanda bahwa saya hanya satu/seorang. Blog puisi ini dimiliki hanya oleh seorang diri, saya. Pun suguhan isi blog ini nantinya akan menjadi karya pribadi saya sendiri. Saya tidak bertendensi untuk menjadi seorang aku yang egois atau pun angkuh. Saya hanya bermaksud agar teman-teman pengunjung blog saya nantinya menganggap saya sebagai saya bukan orang lain. Itu saja.

Komponen kedua yaitu kata dasar pucuk. Kata ini hadir dalam benak saya saat teringat makan di sebuah warung pecel pinggiran kampus UIN Jakarta. Saat itu, sang penjual yang biasa saya panggil bude, ia menyuguhkan pecel sajiannya dengan menambahkan pucuk daun kemangi. Ketika itu dengan lahap saya makan pecel si bude. Menunya sederhana hanya sepotong tahu, bakwan ditambah dua potong goreng kepala ayam. Namun, tamparan pedasnya sambal yang menjadi ciri khas pecel itu cukup membuat saya meringis. Dalam tenggelamnya menikmati pecel itu, saya sentuh pucuk daun kemangi, lalu saya cocolkan ke sambal, dan waw...ajib rasanya. Setelah itu, lantas dalam hati saya pun bertanya mengapa harus pucuk? Langsung saya tanyakan kepada si bude, "Bude, kenapa sih daun kemanginya harus yang masih pucuk?," tutur saya. "Anu de, ne misale daune esih pucuk, iku esih seger, enak, ra pait,"jawab si bude dalam bahasa Jawa.  "Oh," tanggap saya. Dari jawaban bude saya ambil pikir bahwa mungkin daun yang sudah tua atau telah tuntas sebelumnya menjadi pucuk itu sudah tidak enak lagi untuk dikonsumsi, sudah pahit. Kalau saya ibaratkan dengan isi blog ini, puisi-puisi saya nantinya tidak menjadi puisi usang. Nama pucuk ini menjadi doa kedua agar apa yang saya suguhkan nanti di blog puisi ini tidaklah usang. Puisi-puisi blog ini nantinya menjadi sesuatu yang baru, segar, khas, dan bersahaja namun penuh makna.

Komponen ketiga yaitu kata dasar daun. Mengapa harus daun? Padahal ada kata lain yang bisa dijodohkan dengan kata sepucuk. Misalnya api atau senapan. Sengaja saya pilih kata dasar daun karena daun identik dengan warna hijau walaupun memang tidak semua daun berwarna hijau. Ada juga daun yang berwarna merah seperti Coleus Flame Dancer. Persoalan warna di sini menjadi sangat penting karena memang warna berpengaruh terhadap emosi seseorang. Dalam ilmu psikologi, warna hijau mempunyai efek yang menenangkan, membuat seseorang yang dalam keadaan tertekan menjadi santai. Hal ini karena memang sudah sifat warna hijau itu sendiri yaitu menenangkan. Mungkin juga karena warna hijau menghadirkan suasana alam. Nah, oleh karena sifat daun yang identik dengan suasana alam dan warnanya yang hijau, kata daun menjadi doa ketiga saya, semoga blog puisi ini mampu mengobati sakit atas hausnya ketenangan. Ketenangan untuk sejenak hening, lepas dari penatnya hidup untuk sekedar menikmati dan menghayati karunia Tuhan lewat kata.

Kemudian pada paragrap terakhir ini, secara singkat, 'kan saya katakan bahwa sepucuk daun adalah seorang pemuda yang ingin berbagi ketenangan lewat puisi-puisinya. Singkatnya itu. Sebagai penutup, saya ingin panjatkan doa keempat yaitu semoga ketiga doa di atas menjadi satu kesatuan yang menjadi kenyataan.

Read more...

Sekeranjang Rindu dan Sebotol Madu

Oky Primadeka


Hampir tak lagi aku dapati
embun pagi yang s'lalu diposkan malam
lewat Pak Bayu yang hobinya berjalan pelan-pelan

Aku keras bertahan
Aku takkan goyah
meski angin terlalu menerjang
Lihat, ulat pun masih sudi menyapaku
maka berarti aku harus hidup

Setiap tanggalnya satu daun
aku semakin yakin bahwa
satu langkah menuju rindu yang padat
telah kulalui dan menjadi dekat

Tinggal aku menunggu isyarat
dari angin timur yang sudah aku kompromi
memberi kabar kapan datangnya musim semi
bersama matahari yang mengusap-usap matanya
terbangun dari nyenyaknya di musim gugur

Saat itulah,
aku 'kan datang padamu
membawa sekeranjang rindu dan sebotol madu
untuk mengobati haus yang selama ini kita keluhkan, sayang...

Ciputat,
Sabtu, 1 Februari 2014

Read more...

Aku Tak Ingin Seperti Hujan

Oky Primadeka


Aku tak ingin seperti hujan
yang dinginnya menyakiti
Aku ingin menjadi pelangi
indahnya membuatmu bahagia

Aku tak ingin seperti hujan
yang memberi tapi tak terperi
Aku ingin menjadi halte yang bisu
tetap teguh meneduhimu

Aku tak ingin seperti hujan
yang perciknya mengurai air mata
Aku ingin seperti embun saja
sederhana, pun setia menemani pagi apa adanya
Aku tak ingin seperti hujan...

Ciputat,
Kamis, 16 Januari 2014

Read more...

Lentera Cinta

Oky Primadeka


Cinta memang membutakan
karena sinarnya terlalu silau memancar
tapi percayalah ia menguatkanmu
Kekuatan untuk tegar bersabar
Kekuatan untuk teguh menunggu
Kekuatan untuk rajin berpikir
Kekuatan untuk setia memberi
Kekuatan untuk mengerti tentangnya, sosok yang kerap engkau igaukan
Kekuatan untuk mengikis egoisme yang lekat menempel pada dinding kemanusiaanmu
percayalah bahwa cinta membuatmu berani keluar dari sekat-sekat yang memagari kebebasanmu
Kebebasan mengecup lezatnya merasa

Syahdan...
Sampai pada suatu fase nanti,
engkau merasa letih dan langkahmu mulai gontai
wajahmu lisut terukir sekian kekecewaan
tetapi tetap, setidaknya engkau sudah berperasaan

Engkau sudah menjadi insan berseni cinta
Hatimu sudah terukir ragam rasa
Mentalmu sudah tertempa sekian kepahitan
yang selama ini menjadi bayang semu spekulasi hidupmu

Tenanglah, sekali engkau raih senyum sederhananya
maka itu lebih dari cukup menjadi obat atas angin sepi yang lama menusuk jiwamu
Tetaplah nyalakan lentera cintamu
saat lainnya sudah padam
lentera yang lahir dari ketulusan jiwamu
tuk kaupersembahkan pada seseorang
yang layak diperjuangkan

Ciputat,
Senin, 2 Desember 2013

Read more...

Sajak Kesadaran

Oky Primadeka


Entah angin apa malam ini
kurasa ia ingin menyadarkanku tentang satu hal
bahwa darah yang kuminum begitu pahit
tak mampu membuat jiwa bangkit dari ketenggelamannya
saat semuanya hampir selesai pada batas akhir perjalanan pulang

Oh sayang...
aku menggumamkanmu dalam sesaknya rindu ini
semakin pekat namamu hadir dalam pandangan
semakin aku ingin menghilang untuk lebur bersamamu
rindu akan setitik embun sederhana
yang mengajarkanku apa adanya
yang elok diasuh malam cemerlang berpurnama

Ciputat,
Sabtu, 11 Januari 2014

Read more...

Lewat Kata

Oky Primadeka


Lewat kata
aku membaca isi hatimu wahai dunia
tentang negeri-negeri impian
yang kilaunya tak pernah tercapai
oleh negeriku yang masih cukup lelap tertidur
walau pada malam yang sedikit dingin
dan siang yang sedikit hangat

Lewat kata
aku tahu semuanya
'kan kuceritakan
pada anak cucuku nanti
bahwa engkau bermuka dua

Ciputat,
Rabu, 8 Januari 2012

Read more...

Sajak Galau

Oky Primadeka


Ini atau itu
Itu atau ini
Iya atau tidak
Tidak atau iya

Yakin atau ragu
Ragu atau yakin
Sukses atau gagal
Gagal atau sukses

Cinta atau benci
Benci atau cinta
Madu atau racun
Racun atau madu

Putih atau hitam
Hitam atau putih
Atau

Ciputat,
Kamis, 9 Januari 2014

Read more...

Puisi Pagi

Oky Primadeka


Memang embun itu sejuk
Karena pagi telah menyimpannya dalam kandungan malam yang sederhana
Untuk menyuguhkan seteguk inspirasi
Satu bait puisi pagi yang 'kan s'lalu dirindukan kata

Ciputat,
Senin, 6 Januari 2014

Read more...

  © Sepucuk Daun Blog Puisi Oky Primadeka by Ourblogtemplates.com 2014

Log In